Sejak nenek moyang kita diakui keunggulan penggunaan pupuk organik terhadap
perbaikan kesuburan tanah, namun tak ada artinya apapun jika kita tidak
memikirkan masalah ketersediaan pupuk organik di lapangan. Bagaikan kita mimpi
belaka disiang bolong jika kita tidak berusaha mengupayakan bagai mana sumber
bahan organik bisa tersedia. Penggunaan pupuk organik terutama pupuk kandang
tidak perlu kita ragukan lagi kemampuannya
menjamin kesuburan tanah berkelanjutan. Pupuk organik tidak sekedar
mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan
menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia
yang mengkomsumsinya.
Masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah
semakin terbatasnya pupuk kandang yang dapat digunakan. Kita sadar saat ini
jumlah ternak di lapangan semakin lama semakin berkurang, mengingat petani
dalam pengolahan tanahnya menggunakan traktor, mengingat traktor lebih praktis
dan efektif baik dalam pemeliharaannya dan penggunaannya. Sehingga populasi
ternak di lapangan semakin lama semakin berkurang, yang berdampak jumlah pupuk
kandang semakin terbatas.
Pupuk Kandang.
Sejak peradaban paling awal, pupuk kandang dianggap
sebagai sumber hara utama. Hingga kini penggunaan pupuk kandang terus digunakan
di berbagai belahan dunia. Di Amerika serikat saja yang maju akan teknologinya,
pupuk kandang merupakan bahan yang berharga dalam menjaga kesuburan tanah,
hampir 73 % dari kotoran ternak yang dihasilkan dalam kandang ( sekitar 157
juta ton) diberikan dalam tanah sebagai
pupuk. Diperkirakan pupuk kandang mampu memasok 10 % dari kebutuhan pupuk
setiap tahunya. Sehingga mampu menekan kebutuhan penggunaan pupuk anorganik
dilapangan.
Dalam prakteknya pupuk kandang sapi yang kita gunakan
tidak semuanya dari kotoran hewan murni, namun merupakan campuran kotoran
padat, air kencing, dan sisa makanan (tanaman). Biasanya sisa makanan (jerami)
tercampur dengan kotoran padat dan cair, bahkan sering petani menggunakan
jerami sebagai alas kandang yang akan tercampur dalam pupuk kandang. Sebenarnya
jerami sisa makanan atau alas kandang, dapat berfungsi untuk menyerap air
kencing sapi/kerbau yang memiliki kandungan hara tinggi, sehingga hara ini
tidak banyak yang hilang.
Susunan kimia dari pupuk kandang sangat tergantung dari:
(1) jenis ternak, (2) umur dan keadaan hewan, (3) sifat dan jumlah amparan, dan
(4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai. Sebenarnya hewan hanya menggunakan
setengah dari bahan organik yang dimakan, dan selebihnya dikeluarkan sebagai
kotoran. Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk kandang terdiri dari
senyawa organik, antara lain selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin
seperti yang kita jumpai dalam humus ligno-protein. Penyusun pupuk kandang yang
paling penting adalah komponen hidup, yaitu mikro organisme tanah yang sangat
baik bagi kesuburan tanah.
Hasil kotoran untuk satu ternak sapi yang dikeluarkan
dalam bentuk padatan 20 hingga 25 kg kotoran padat perhari, sedang dalam bentuk
kotoran cair (kencing) 8 hingga 10 liter. Sehingga apabila kita memelihara
selama musim tanam sekitar 3 bulan, maka kotoran padat yang dapat kita peroleh
sejumlah 1,8 hingga 2,3 ton. Sementara kotoran cair yang dikeluarkan bias
mencapai 800 liter yang akan menambah kualitas hara dalam campuran kotoran
padat dan jerami. Sehingga untuk satu sapi saja mampu memsuplai pupuk kandang
tidak kurang dari 3-4 ton (termasuk alas jerami). Sehingga apabila kita berikan
ke dalam tanah sudah dapat menekan biaya produksi yang relatif besar. Adaikata
petani memiliki 3-4 ekor sapi, maka sudah cukup untuk memupuk tanaman 1 hektar
lahan. Namun masih perlu ditambah dengan urea 50-75 kg untuk diberikan sehabis
tanam agar bibit segera nglilir (bangun)
Sebenarnya pupuk kandang sapi sudah cukup matang,
sehingga unsur haranya sudah tersedia bagi tanaman. Dikerenakan sewaktu di
dalam perut besar walaupun dalam waktu yang relatif singkat, semua makanan
sudah dirombak oleh mikrobia dalam perut besar. Di dalam perut besar (rumen), makanan mengalami
proses perombakan yang berlangsung secara efisien, karena mikrobia dapat
bekerja secara optimal. Hal
ini dikarenakan di dalam perut besar (rumen) merupakan habitat yang ideal bagi
berlangsungnya perombakan makanan. Laju perombakan dalam rumen lebih cepat
dibanding di tanah, waktu yang diperlukan untuk merombak dinding sel dalam
rumen hanya sehari, namun bila di tanah perlu waktu mingguan.
Kotoran sapi padat mengandung
hara nitrogen 1,1-1,5 %, pospor 0,5 %,
dan kalium 0,9 %. Sementara kotoran sapi
berbentuk cairnya mengandung hara nitrogen 1 %, pospor 0,50 %, dan kalium 1,50
%. Namun apabila pupuk kandang ini digunakan untuk pemupukan, ketersediaanya
hara dalam tanah yang bisa digunakan tanaman sangat bervariasi, yang tergantung
oleh faktor: (a) sumber dan komposisi pupuk kandang, (b) cara dan waktu
aplikasi, (c) jenis tanah dan iklimnya, dan (d) sistem pertaniannya. Mutu pupuk
kandang sangat tergantung dari cara penanganannya. Penanganan pupuk kandang
yang benar harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpananya,
yang akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman.
Bagi petani
lahan kering, pupuk kandang merupakan kunci keberhasilan usahanya. Suatu
problem di lapangan adalah semakin jarangnya jumlah ternak yang dimiliki petani, sehingga menyebabkan produksi pupuk
kandang semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan perlu dicari cara untuk mengembangkan atau meningkatkan
populasi ternak ditingkat petani.
Pertanian terpadu (integrasi
ternak-tanaman)
Pola integrasi antara tanaman
dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah
memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah
menunjang dalam penyediaan pupuk kandang dilahan pertanian, sehingga pola ini
sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan
untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak
dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh
hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan
tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi, mendukung dan saling
menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha
taninya.
Sistem produksi ternak
sapi/kerbau yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian hendaknya dapat
disesuaikan dengan jenis tanaman pangan yang diusahakan. Hendaknya ternak yang
kita pelihara tidak menggangu tanaman yang kita usahakan, bahkan
mendukung. Dalam hal ini tanaman pangan sebagai komponen
utamanya dan ternak menjadi komponen keduanya.
Misalnya ternak kita beri makan dari hasil limbah (jerami) dari sawah,
atau ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami
dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga ternak dapat memanfaatkan
limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar
tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan
memperbaiki struktur tanah melalui urin dan kotoran padatnya.
Sebenarnya pertanian terpadu
telah dilakukan oleh para petani kita. Petani dapat memanfaatkan limbah
tanamannya (misal jerami) sebagai pakan hewannya sehingga tidak perlu mencari
pakan lagi, petani juga dapat menggunakan tenaga sapin/kerbaunya untuk
pengolahan tanah, dan ternak sapi/kerbau dapat digunakan sebagai investasi
(tabungan) yang sewaktu-waktu membutuhkan dapat dijual untuk keperluan yang
medesak.
Konsep pertanian terpadu ini
perlu kita galakan, mengingat sistem ini di samping menunjang pola pertanian
organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan.
Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus
ditingkatkan, sehingga rencana ditahun 2010 di harapkan mampu mencapai
kecukupan daging nasional dapat terwujud. Oleh karena itu upaya ini dapat
digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam
perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak
sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian.
Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan
tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan.
Usaha pertanian terpadu ini
sekaligus dalam upaya pengembangan peternakan dapat dilakukan melaui sistem
pinjaman modal, gaduh, dan sistem gulir, dan sebenarnya telah banyak
dipraktekan oleh berbagai pemerintak kabupaten. Program ini bertujuan untuk
memenuhi permintaan konsumsi daging masyarakat, sehingga akan dapat mengurangi
bahkan terlepas dari ketergantungan impor daging dan ternak serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas usaha budidaya ternak, sekaligus menunjang program
pertanian organik.
Sebenarnya integrasi ternak
dan tanaman ini tidak terbatas pada budidaya tanaman padi dengan sapi saja,
namun juga dapat dikembangkan integrasi dalam sistem lahan kering dan
perkebunan. Semuanya tergantung dari usaha pertanian yang dikembangkan
setempat, sehingga limbah pertaniannya dapat bervriasi seperti misalnya limbah
jerami padi dilahan sawah, limbah jerami jagung dilahan kering, bahkan di
Brebes limbah tanaman bawang merahpun dapat digunakan untuk pengembangan
ternak.
Sistem tumpangsari tanaman dan
ternak banyak juga dipraktekkan di daerah
perkebunan. Tujuan sistem ini
adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal.
Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen
utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen
kedua. Keuntungan-keuntungan dari sistem
ini antara lain : (1) Dari tanaman perkebunannya dapat menjamin tersedianya
tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2)
meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan
ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, serta membatasi
pertumbuhan gulma, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6)
meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Sebenarnya sistem pertanian
terpadu ini tidak terbatas pada pengusahaan hewan besar saja seperti sapi dan
kerbau, namun juga dapat dintegrasikan antara ternak unggas dengan tanaman
pangan, hotikultura. Kotoran unggas cukup potensial dimanfaatkan sebagai pupuk,
misalnya kandungan hara dalam kotoran ayam hara N cukup tinggi sebesar 2,6 %, P
3,1 % dan K 2,4 %. Sistem pertanian terpadu ini dapat menjamin produksi pupuk
organik, sehingga dapat menjamin pemeliharaan kesuburan tanah.