Thursday, February 21, 2013

Pertanian organik, Integrasi ternak dan tanaman


Sejak nenek moyang kita diakui  keunggulan penggunaan pupuk organik terhadap perbaikan kesuburan tanah, namun tak ada artinya apapun jika kita tidak memikirkan masalah ketersediaan pupuk organik di lapangan. Bagaikan kita mimpi belaka disiang bolong jika kita tidak berusaha mengupayakan bagai mana sumber bahan organik bisa tersedia. Penggunaan pupuk organik terutama pupuk kandang tidak perlu kita ragukan lagi kemampuannya  menjamin kesuburan tanah berkelanjutan. Pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang mengkomsumsinya.
Masalah utama yang sering timbul di lapangan adalah semakin terbatasnya pupuk kandang yang dapat digunakan. Kita sadar saat ini jumlah ternak di lapangan semakin lama semakin berkurang, mengingat petani dalam pengolahan tanahnya menggunakan traktor, mengingat traktor lebih praktis dan efektif baik dalam pemeliharaannya dan penggunaannya. Sehingga populasi ternak di lapangan semakin lama semakin berkurang, yang berdampak jumlah pupuk kandang semakin terbatas.
Pupuk Kandang.
Sejak peradaban paling awal, pupuk kandang dianggap sebagai sumber hara utama. Hingga kini penggunaan pupuk kandang terus digunakan di berbagai belahan dunia. Di Amerika serikat saja yang maju akan teknologinya, pupuk kandang merupakan bahan yang berharga dalam menjaga kesuburan tanah, hampir 73 % dari kotoran ternak yang dihasilkan dalam kandang ( sekitar 157 juta ton)  diberikan dalam tanah sebagai pupuk. Diperkirakan pupuk kandang mampu memasok 10 % dari kebutuhan pupuk setiap tahunya. Sehingga mampu menekan kebutuhan penggunaan pupuk anorganik dilapangan.
Dalam prakteknya pupuk kandang sapi yang kita gunakan tidak semuanya dari kotoran hewan murni, namun merupakan campuran kotoran padat, air kencing, dan sisa makanan (tanaman). Biasanya sisa makanan (jerami) tercampur dengan kotoran padat dan cair, bahkan sering petani menggunakan jerami sebagai alas kandang yang akan tercampur dalam pupuk kandang. Sebenarnya jerami sisa makanan atau alas kandang, dapat berfungsi untuk menyerap air kencing sapi/kerbau yang memiliki kandungan hara tinggi, sehingga hara ini tidak banyak yang hilang.
Susunan kimia dari pupuk kandang sangat tergantung dari: (1) jenis ternak, (2) umur dan keadaan hewan, (3) sifat dan jumlah amparan, dan (4) cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai. Sebenarnya hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang dimakan, dan selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran. Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk kandang terdiri dari senyawa organik, antara lain selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang kita jumpai dalam humus ligno-protein. Penyusun pupuk kandang yang paling penting adalah komponen hidup, yaitu mikro organisme tanah yang sangat baik bagi kesuburan tanah.
Hasil kotoran untuk satu ternak sapi yang dikeluarkan dalam bentuk padatan 20 hingga 25 kg kotoran padat perhari, sedang dalam bentuk kotoran cair (kencing) 8 hingga 10 liter. Sehingga apabila kita memelihara selama musim tanam sekitar 3 bulan, maka kotoran padat yang dapat kita peroleh sejumlah 1,8 hingga 2,3 ton. Sementara kotoran cair yang dikeluarkan bias mencapai 800 liter yang akan menambah kualitas hara dalam campuran kotoran padat dan jerami. Sehingga untuk satu sapi saja mampu memsuplai pupuk kandang tidak kurang dari 3-4 ton (termasuk alas jerami). Sehingga apabila kita berikan ke dalam tanah sudah dapat menekan biaya produksi yang relatif besar. Adaikata petani memiliki 3-4 ekor sapi, maka sudah cukup untuk memupuk tanaman 1 hektar lahan. Namun masih perlu ditambah dengan urea 50-75 kg untuk diberikan sehabis tanam agar bibit segera nglilir (bangun)
Sebenarnya pupuk kandang sapi sudah cukup matang, sehingga unsur haranya sudah tersedia bagi tanaman. Dikerenakan sewaktu di dalam perut besar walaupun dalam waktu yang relatif singkat, semua makanan sudah dirombak oleh mikrobia dalam perut besar. Di  dalam perut besar (rumen), makanan mengalami proses perombakan yang berlangsung secara efisien, karena mikrobia dapat bekerja secara optimal. Hal ini dikarenakan di dalam perut besar (rumen) merupakan habitat yang ideal bagi berlangsungnya perombakan makanan. Laju perombakan dalam rumen lebih cepat dibanding di tanah, waktu yang diperlukan untuk merombak dinding sel dalam rumen hanya sehari, namun bila di tanah perlu waktu mingguan.
Kotoran sapi padat mengandung hara nitrogen 1,1-1,5 %, pospor 0,5  %, dan kalium 0,9 %.  Sementara kotoran sapi berbentuk cairnya mengandung hara nitrogen 1 %, pospor 0,50 %, dan kalium 1,50 %. Namun apabila pupuk kandang ini digunakan untuk pemupukan, ketersediaanya hara dalam tanah yang bisa digunakan tanaman sangat bervariasi, yang tergantung oleh faktor: (a) sumber dan komposisi pupuk kandang, (b) cara dan waktu aplikasi, (c) jenis tanah dan iklimnya, dan (d) sistem pertaniannya. Mutu pupuk kandang sangat tergantung dari cara penanganannya. Penanganan pupuk kandang yang benar harus memperhatikan keadaan alas kandang dan cara penyimpananya, yang akan menentukan jumlah hara yang dapat digunakan tanaman.
   Bagi petani lahan kering, pupuk kandang merupakan kunci keberhasilan usahanya. Suatu problem di lapangan adalah semakin jarangnya jumlah ternak yang dimiliki  petani, sehingga menyebabkan produksi pupuk kandang semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan perlu dicari  cara untuk mengembangkan atau meningkatkan populasi ternak ditingkat petani.
Pertanian terpadu (integrasi ternak-tanaman)
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang dilahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh  hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah  saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi  dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. 
Sistem produksi ternak sapi/kerbau yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian hendaknya dapat disesuaikan dengan jenis tanaman pangan yang diusahakan. Hendaknya ternak yang kita pelihara tidak menggangu tanaman yang kita usahakan, bahkan mendukung.  Dalam hal ini tanaman pangan sebagai komponen utamanya dan ternak menjadi komponen keduanya.  Misalnya ternak kita beri makan dari hasil limbah (jerami) dari sawah, atau ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan kotoran padatnya.
Sebenarnya pertanian terpadu telah dilakukan oleh para petani kita. Petani dapat memanfaatkan limbah tanamannya (misal jerami) sebagai pakan hewannya sehingga tidak perlu mencari pakan lagi, petani juga dapat menggunakan tenaga sapin/kerbaunya untuk pengolahan tanah, dan ternak sapi/kerbau dapat digunakan sebagai investasi (tabungan) yang sewaktu-waktu membutuhkan dapat dijual untuk keperluan yang medesak.
Konsep pertanian terpadu ini perlu kita galakan, mengingat sistem ini di samping menunjang pola pertanian organik yang ramah lingkungan, juga mampu meningkatkan usaha peternakan. Komoditas sapi merupakan salah satu komoditas yang penting yang harus terus ditingkatkan, sehingga rencana ditahun 2010 di harapkan mampu mencapai kecukupan daging nasional dapat terwujud. Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan.
Usaha pertanian terpadu ini sekaligus dalam upaya pengembangan peternakan dapat dilakukan melaui sistem pinjaman modal, gaduh, dan sistem gulir, dan sebenarnya telah banyak dipraktekan oleh berbagai pemerintak kabupaten. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan konsumsi daging masyarakat, sehingga akan dapat mengurangi bahkan terlepas dari ketergantungan impor daging dan ternak serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha budidaya ternak, sekaligus menunjang program pertanian organik.
Sebenarnya integrasi ternak dan tanaman ini tidak terbatas pada budidaya tanaman padi dengan sapi saja, namun juga dapat dikembangkan integrasi dalam sistem lahan kering dan perkebunan. Semuanya tergantung dari usaha pertanian yang dikembangkan setempat, sehingga limbah pertaniannya dapat bervriasi seperti misalnya limbah jerami padi dilahan sawah, limbah jerami jagung dilahan kering, bahkan di Brebes limbah tanaman bawang merahpun dapat digunakan untuk pengembangan ternak.
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah  perkebunan.  Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal.  Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua.  Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) Dari tanaman perkebunannya dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, serta membatasi pertumbuhan gulma, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.
Sebenarnya sistem pertanian terpadu ini tidak terbatas pada pengusahaan hewan besar saja seperti sapi dan kerbau, namun juga dapat dintegrasikan antara ternak unggas dengan tanaman pangan, hotikultura. Kotoran unggas cukup potensial dimanfaatkan sebagai pupuk, misalnya kandungan hara dalam kotoran ayam hara N cukup tinggi sebesar 2,6 %, P 3,1 % dan K 2,4 %. Sistem pertanian terpadu ini dapat menjamin produksi pupuk organik, sehingga dapat menjamin pemeliharaan kesuburan tanah.